Kamis, 16 September 2010

NASIBKU PERSIS NASIBMU….WON….




Siang itu matahari meluncurkan cahayanya, menembus lapisan ozon tua yang mulai berlubang. Panas menimpa tubuhku. Membuat sebentuk bayangan tubuh yang kemudian jatuh meraba jalanan. Panas menyengat kulit juga berdebu mulai betingkah dikaos lusuhku. Sebenarnya tak layak juga disebut kaos. Tapi Lebih mirip dengan kain pel, sementara simungil bergelayut manja disebelah kiri pahaku. Kaki kecilku,sahabat dari kecilku. Dengan hiasan bulatan hitam melingkar di satu sisi mata kaki. Yang kata orang itu Kapal kulit. Lapisan kulit yang dipaksa mengeras,  karena harus mengigit batuan aspal tiap hari, panas, keras, dan kotor Membuat penampilannya nampak kian lusuh,dekil dan menjijikkan.  Kaki yang selalu menjadi pusat perhatian itu.aku gunakan sebagai pendayung tubuhku. Tak sedikit orang untuk berbelas kasihan padaku. Kaki yang menggantung manja dan pekuk telapaknya itu luruh menyapu angin berdebu yang memuai serta bercampur aneka kotoran. Membuat penampilannya nampak kian lusuh,dekil dan menjijikkan. Jangankan orang lain. Aku sendiripun terkadang malas untuk sekedar meliriknya. Aku sudah tak peduli lagi seperti apakah kini kakiku Ah  rutukku dalam hati.

Sesampai diujung sebuah pasar, aku melihat sekerumunan orang melihat topeng monyet, ramai juga....penggemarnya. untung gak sampai berdesak-desakan dan pakai pingsan-pingsan segala. Maklum penonton cukup antusias, melihat kakek buyutnya, konon menurut darwin. Sembari menari dan beratraksi  dengan diiring tabuhan kendang sang pawang. Sesekali monyet itu mencuri pandang padaku, mungkin dalam hatinya berkata “ ah..cakep amat nih orang, seandainya teori darwin benar. Aku akan menjadikanmu penerus generasiku....” Aku terkesiap sembari aku pelototkan bola mataku ke arahnya. “ ogah...ih siapa loe ?  Monyetpun Cuma nyengir, sambil menikmati sepotong pisang yang mulai kecoklatan. Entah busuk atau tersengat panas tak pelak receh demi recehan terkumpul di depan sang pawang.. Akupun ikut menaruhkan koin lima ratusan rupiah. Ti..in..ng...g..g uang itu menggema  jatuh tepat diwadah uang pemilik topeng monyet itu. Tiba-tiba saja aku merasakan ada rasa yang masygul. Monyet itu....! gumamku. Aku tatap keletihan dan sayu dimatanya yang nampak berkaca-kaca. Ah..h.. lilitan rantai yang mencengkeram lehernya mulai nampak berubah warna. Petanda sudah sekian lama ia berkalung rantai. “...kamu lelah won...? bisikku padanya. Kliwon adalah nama panggilan gelar kehormatan untuknya dari sang empunya. Ya.ch... untung sang pemiliknya tidak perlu mencarikan akta kelahiran untuk mendaftarkan namanya. Aku teringat saat menjadi penghuni dipanti. Dikeluarkan saat ada yang menyumbang. Tetapi saat tak ada sumbangan dirantai dan diberi makanan standar makananmu, Nasibku persis nasibmu….won….


Tidak ada komentar:

Posting Komentar